Bagi kalian yang menyukai sastra, terbersit kah di pikiran kalian tentang kemunculan artificial intelligence (AI) di bidang sastra? Mungkin sebagian dari kalian merasa “Ah tidak mungkin AI ber-sastra, sastra kan butuh perasaan, AI mana mungkin punya perasaan”. Tapi pemikiran tersebut sepertinya harus mulai dihilangkan, karena ternyata AI — selain mendisrupsi banyak industry teknis — juga mulai mendisrupsi dunia sastra. Panik gak? Panik gak? Panik lah masa enggak. Karena dengan fakta barusan, kalian pasti jadi bertanya-tanya “Loh AI berarti punya perasaan dong?”. Hehehe, aku sih belum punya jawaban atas itu, tapi daripada panik doang, mending kita cek hasil karya sastra buatan para AI.


1. Kisah Horor Bersambung

Perkenalkan ini adalah Shelley, sebuah program AI yang dapat menulis dan atau melanjutkan kisah horor yang ditulis dalam platform sosial media. Shelley mulai diperkenalkan kepada dunia pada bulan Oktober tahun 2017. Nama Shelley itu sendiri diambil dari penulis cerita legendaris, Marry Shelley, yang hidup sekitar abad 17 di Inggris. Ia dikenal dengan karyanya yang masih fenomenal hingga saat ini, Frankestein.

Sebelum menulis kisah horor, Shelley telah dilatih dengan 140.000 cerita menakutkan dari situs komunitas Reddit. Kemudian dia dilatih untuk melakukan kolaborasi dengan manusia yang bisa berbahasa inggris untuk merangkai kisah-kisah horor. Kisah-kisah tersebut diuraikan dengan serangkaian kalimat pendek berjumlah 140 karakter yang ditulis secara bergantian oleh Shelley dan pengguna Twitter. Setiap jam, Shelley meluncurkan cerita baru diikuti oleh hashtag #yourturn agar dapat diteruskan oleh orang lain.


2. Novel

Nikkei Hoshi Shinichi merupakan ajang pemberian anugerah untuk sastra terbaik di Jepang. Pernahkah kalian dengar salah satu nominasi karya dengan judul “The Day A Computer Writes A Novel” pada ajang tersebut? Novel tersebut terdengar seperti novel biasa yang mengangkat pengandaian mengenai komputer yang dapat menulis novel. Namun sebenarnya, novel tersebut memang ditulis oleh sebuah program komputer! Novel tersebut dibuat dengan teknologi AI.

Walaupun sudah beberapa tahun ajang ini membuka kesempatan untuk pendaftar non-manusia, baru pada tahun 2016 ada karya yang berhasil lolos seleksi awal. Dari 1.450 karya yang didaftarkan dalam penghargaan tersebut, 11 di antaranya dibuat dengan bantuan program AI. Hitoshi Mitsubara merupakan sosok dibalik terciptanya AI yang dapat menulis sebuah novel dengan judul tersebut. Keren bukan?

Novel yang ditulis oleh AI ini mendapat pujian dari Satoshi Hase — penulis novel fiksi ilmiah. Penulis tersebut menyatakan bahwa novel yang dibuat oleh AI ini memiliki susunan yang baik dan mudah dicerna. Namun sayangnya, novel ini masih memiliki kekurangan terkait dengan pendeskripsian karakter sehingga belum berhasil menjadi pemenang di ajang tahun 2016 tersebut.


3. Lagu

Di saat sedang senang atau sedih sekali pun, musik selalu menjadi pendamping yang baik. Melalui lirik ataupun aransemen dari sebuah lagu, kita dapat mengungkapkan berbagai rasa. Tapi pernahkah kalian berpikir bahwa sebuah lagu dapat dibuat oleh AI? Taraaaa! Sebuah lagu dengan judul “Break Free” merupakan sebuah karya kolaborasi antara AI bernama Amper dengan seorang penyanyi pop bernama Taryn Southern. Lagu tersebut dirilis pada tanggal 21 Agustus 2017. Pada kolaborasi tersebut, Amper berperan sebagai komposer musik sedangkan Taryn berperan sebagai penulis lirik dan vokalis.

Pada dasarnya, musik adalah sejenis equation matematika. Input dari musik adalah pola-pola proses electrochemical gelombang bunyi sedangkan output musik adalah pola-pola electrochemical badai neural sehingga AI dapat mempelajari pola-pola tersebut. Setelah berkolaborasi, penyanyi tersebut mengakui bahwa ia merasa lucu karena memiliki pasangan bermusik yang tak bisa lelah dan pengetahuan musiknya tak terbatas secara harfiah. Teknologi yang dimiliki Amper dapat digunakan untuk menghasilkan musik yang sesuai keinginan dan dapat diedit sepenuhnya sehingga pengguna dapat menciptakan musik virtual secara instan.


Ternyata bidang sastra tidak terlepas dari pengaruh teknologi kecerdasan buatan. Setelah beberapa inovasi AI di bidang sastra, tentu akan menimbulkan inovasi-inovasi lain yang lebih baik. Namun tidak perlu khawatir karena walaupun AI sudah bisa membuat karya sastra, peran manusia dalam mengekspresikan berbagai hal dalam kehidupan belum bisa ditiru oleh AI. Pengalaman, pemikiran, dan perasaan yang dirasakan oleh manusia juga tidak bisa dengan mudahnya ditiru oleh AI. Maka dari itu, ingatlah selalu kutipan dari Victoria Tunggono berikut ini: