Sejak tahun 2020 Indonesia mengalami bagian terburuk yang mempengaruhi semua sektor. Hal ini didasari oleh Virus Corona yang berasal dari Wuhan, China.

Coronaviridae adalah keluarga virus yang bertanggung jawab menyebabkan gejala seperti pneumonia yang telah menjadi ancaman global sejak wabah pertamanya pada tahun 2002.

Penyakit Pernafasan Akut Parah (SARS) dan Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS), muncul pada tahun 2002 dan 2013, masing-masing, menyebabkan penyakit yang ditandai dengan disfungsi gastrointestinal dan paru.

Pada tahun 2019, SARS-COV-2 adalah agen penyebab wabah Coronavirus ketiga dan telah diidentifikasi sebagai virus yang bertanggung jawab atas COVID-19, yang gejalanya berkisar dari flu biasa hingga yang terburuk adalah gagal napas.

Meskipun telah dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), COVID-19 terus menyebar dan telah menginfeksi setidaknya 20 juta orang, mencapai angka kematian lebih dari setengah juta pada saat tinjauan ini (Worldometer, 2020).

Dalam dekade terakhir, Artificial Intelligence sudah diterapkan dalam berbagai sektor, salah satunya adalah sektor kesehatan.

Di Amerika, berdasarkan jurnal yang diterbitkan oleh Arash Keshavarzi Arshadi, dkk., model berbasis machine learning, yang dilatih tentang biomolekul spesifik, telah menawarkan metode implementasi yang murah dan cepat untuk penemuan terapi virus yang efektif.

Pemanfaatan metode komputasi merupakan salah satu solusi untuk menemukan kandidat obat dan vaksin baru secara in-silico.

Data seperti gejala, lingkungan, proses penyebaran, dsb. akan dimasukan ke dalam model. Jika data yang dimasukan ke dalam model dirasa cukup, maka AI akan dapat membantu pencarian calon obat atau vaksin dengan mengidentifikasi pola dalam data.

Kemudian dengan AI pun dapat dilakukan virtual vaksin dengan menggunakan jaringan saraf tiruan dan dapat diamati dampak serta efek yang didapat setelah vaksin tanpa membahayakan manusia.

Lain halnya dengan para peneliti tersebut, selagi menunggu vaksin yang dibuat, tenaga medis terus berjuang untuk menyelamatkan pasien yang terjangkit COVID-19. Hal ini membuat tenaga medis lebih rentan terkena virus tersebut.

Seperti yang kita tahu, COVID-19 memiliki sifat yang sangat menular sehingga tidak melakukan kontak langsung sangat diperlukan. Hampir seluruh negara yang terjangkit oleh COVID-19 memberlakukan Work From Home (WFH). Namun dalam kasus medis apakah dapat diterapkan?

Dengan memanfaatkan Robot yang memiliki kecerdasan buatan dan mesin otomatis lainnya menjadi jawaban untuk kebutuhan ini.

Di Italia Robot yang dilengkapi kecerdasan buatan bergerak secara mandiri melalui sebuah ruangan, menggunakan sinar ultraviolet-C untuk menghancurkan RNA dalam virus dan DNA pada bakteri, secara efektif menghilangkan kemampuan virus untuk menginfeksi manusia dan berkembang biak.

“Robot ini membunuh 99,99 persen virus, bakteri, dan spora jamur,” kata Dr. Huscher, kepala bedah onkologi, robotika, dan teknologi baru. “Kami tidak memiliki perawat, dokter, atau pasien dengan virus corona sejak kami mulai menggunakan robot.” Dia mengharapkan robot pada akhirnya menjadi wajib di rumah sakit.

Sepuluh minggu setelah puncak pandemi virus corona, Inggris masih mengalami kekurangan alat pelindung diri (APD) dan test kit Covid-19, terutama di lokasi pedesaan dan terpencil. Namun, di Pulau Mull, Inner Hebrides, Skotlandia, persediaan alat-alat vital itu bisa tiba hingga empat kali dalam sehari. Alat-alat tersebut dikirim dengan menggunakan drone atau pesawat tanpa awak.

Tidak hanya di Skotlandia, drone juga digunakan untuk mengirim sampel tes virus corona bolak-balik ke 2.500 rumah sakit dan pos kesehatan pedesaan di Rwanda dan Ghana. Minggu ini penerbangan drone medis AS yang pertama mengirimkan pengiriman PPE kepada pekerja garis depan di North Carolina.

Tak ketinggalan Indonesia turut berpartisipasi dalam penanganan COVID-19 menggunakan kemajuan teknologi Artificial Intelligence. Untuk mengurangi kontak fisik antara pasien Covid-19 dengan perawat, Rumah Sakit (RS) Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat memanfaatkan dua unit robot pelayan.

Robot pelayan tersebut memiliki fungsi yang berbeda, yakni mengantar obat dan makanan, serta konsultasi pasien Covid-19. Untuk robot pengantar obat-obatan dan makanan, telah memiliki program untuk langsung membawa kebutuhan pasien Covid-19 sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh tenaga medis.

Jadi, perkembangan Artificial Intelligence di dunia medis sangat penting karena dapat menggantikan tugas manusia yang membutuhkan proses panjang serta dapat menjadi pengganti tenaga medis untuk melindungi tenaga medis itu sendiri.